Cerpen
"Kampret"
Pemandangan di kantor PT Serba Ngutang menjadi sangat aneh. Sejak kebijaksanaan kampret diberlakukan, orang-orang enggan berpakaian lengkap lagi. Ada yang bekerja hanya dengan bercelana kolor dan berkaos singlet. Ada yang hanya memakai sarung dan bersandal jepit, bertelanjang dada, nobra, bahkan, ada beberapa karyawati yang nekad berbikini setiap hari. Namun, ada satu benda yang tampak selalu menempel pada leher mereka, dasi berbentuk kampret.
"Jadikanlah kampret sebagai satu-satunya ciri khas kita, identitas keluarga besar perusahaan kita," kata direktur PT yang kebetulan bernama Edi Sukampret itu setiap mendapat kesempatan berbicara di depan para karyawannya.
"Mengapa dasi kita harus berbentuk kampret, Pak, bukan kupu-kupu atau dasi panjang biasa saja," tanya seorang karyawannya pada suatu kesempatan.
"Dasi panjang dan dasi kupu-kupu sudah menjadi milik umum, dipakai di mana-mana dan oleh siapa saja. Itu tidak bisa lagi kita jadikan sebagai identitas khas kita," jawab Pak Kampret. "Kau harus ingat, saya memilih dasi berbentuk kampret bukan karena kebetulan nama saya Kampret. Itu saya pilih berdasarkan petunjuk para normal paling ampuh di negeri ini. Dengan dasi kampret perusahaan kita akan terbang mencapai puncak prestasi tertinggi," tambahnya.
Mulanya kebijaksanaan Kampret hanyalah sebuah peraturan baru yang mengharuskan seluruh karyawan perusahaan itu, dari bagian pembersih WC sampai para kepala bagian, memakai dasi berbentuk kampret selama jam kerja. Akan tetapi, kemudian muncul suasana yang sangat aneh ketika sang direktur memutuskan agar seluruh karyawannya memakai dasi kampret sepanjang waktu, bukan hanya ketika menjalankan tugas perusahaan, juga dalam kegiatan apa pun.
Bayangkan saja, dalam berolah raga pun mereka diwajibkan memakai dasi kampret. Begitu pula ketika senam pagi, bersepeda gembira, tennis, sepak bola, mandi, bahkan ketika bersanggamapun harus memakai dasi kampret.
Lebih gila lagi, ketika bermain cinta mereka juga diharuskan mengucapkan, "Oh kampret, aku mencintaimu."
"Sejarah hanya bisa diukir dengan perbuatan-perbuatan besar seperti yang kita lakukan sekarang ini. Kita harus yakin dengan satu kata, bahwa dengan gerakan dasi kampret ini sejarah akan mencatat kita, " kata sang direktur dalam suatu rapat pleno di perusahaannya. "Siapa saja yang tidak menaati kebijaksanaan kampret ini akan dicap sebagai pembangkang. Bisa dipecat," tegasnya.
"Wah, masak, hanya karena dasi saja kita bisa dipecat. Ini terlalu berlebihan," komentar seorang karyawan yang duduk di deretan paling belakang.
"Mengapa kita tidak protes saja?" kata yang lain.
"Ya, kita harus protes." Peraturan ini sudah terlalu gila. Masak mandi saja harus memakai dasi. Coba kau bayangkan, ketika kita akan mencumbu pacar atau istri kita harus mengucapkan dulu ‘Oh kampret aku mencintaimu.’ Kita bisa jadi ribut dengan pasangan kita. Ini sudah terlalu gila!"
"Direktur kita tampaknya memang sudah gila!"
"Kita bisa ikut gila kalau begitu."
"Kita semua memamg sudah gila. Lihat saja tingkah laku teman-teman kita, semakin aneh-aneh."
"Kita protes sekarang saja!"
Tiba-tiba seorang karyawan yang duduk di deretan paling depan berdiri seraya menarik dasinya dari lehernya, membantingnya ke lantai persis di depan sang direktur dan meludahinya tiga kali, ’cuh! cuh! cuh’!
Semua peserta rapat terkejut melihat ulah karyawan itu, lebih-lebih sang direktur. Wajahnya seketika berubah menjadi merah padam. Ia langsung berdiri dan matanya melotot ke arah pemuda pembanting dasi itu.
"Kermit!" bentak sang direktur sangat keras. Pemuda itu kaget dan duduk kembali dengan muka pucat. "Kurang ajar! Kamu ini bagaimana?! Seenaknya saja meludahi kebijaksanaanku di depan mataku!"
"Maaf, maaf, Pak. Napasku sangat sesak. Saya tidak tahan terus-terusan memakai dasi!" Kermit minta maaf sambil menyembah-nyembah.
"Akan tetapi, caramu jangan begitu. Kamu sama saja meludahi mukaku, tahu! Aku tahu, kau selama ini secara diam-diam sering melepas dasi kampretmu. Aku tahu itu. Kau sengaja kubiarkan. Sekarang kau berani meludahinya di depan hidungku. Ini sudah keterlaluan. Kau memang pembangkang! Ayo keluar!"
Kemarahan Pak Kampret benar-benar tidak terbendung. Kermit akhirnya keluar ruang rapat dengan muka pucat setelah memungut kembali dasi kampret yang telah diludahinya itu.
Keesokan harinya Kermit tidak masuk kerja. Hari berikutnya surat panggilan datang. Kermit diminta menghadap sang direktur hari itu juga. Di hadapan Pak Kampret ia mengaku tidak bermaksud membangkang kebijaksanaan, apalagi menghina atau meludahinya.
"Sejak masih kanak-kanak leher saya memang alergi terhadap dasi. Saya tidak tahan memakai dasi, dasi apa saja, lebih dari satu jam. Itulah sebabnya secara diam-diam saya selalu melepas dasi saya tiap Bapak tidak ada," katanya.
"Namun, caramu kemarin sangat menyinggung perasaanku."
"Karena itulah, Pak, sekali lagi saya minta maaf. Saya sungguh-sungguh tidak bermaksud menyinggung perasaan Bapak. Itulah yang selalu terjadi pada diri saya setiap memakai dasi lebih dari satu jam. Saya selalu merasakan dicekik pelan-pelan, makin lama makin kencang. Lalu, tanpa sadar saya akan menarik dasi itu, membantingnya dan meludahinya tiga kali. Itulah penyakit yang menyusahkan saya, Pak, dan telah menyinggung perasaan Bapak," Kermit menjelaskan.
"Baiklah. Aku paham penyakitmu itu. Namun, sudah terlanjur kuputuskan bahwa kau akan ku-PHK. Keputusan ini hanya bisa kucabut jika kau menggantinya dengan hukuman lain."
"Hukuman apa, Pak?"
"Setiap pagi kau berjalan mengelilingi kompleks perkantoran kita sepuluh kali selama sebulan sambil meneriakkan ‘Oh Kampret, aku mencintaimu!’ sambil mencium dasi kampret. Bagaimana?"
Karena tidak ingin dipecat, Kermit akhirnya menerima hukuman aneh itu. Kermit harus latihan vokal dulu untuk dapat menerikkan kata-kata indah, "Oh Kampret, aku mencintaimu", dengan gagah dan penuh perasaan.
Maka, persis pada hari Jumat Kliwon bertambahlah pemandangan aneh di kompleks perkantoran PT Serba Ngutang. Sepuluh orang berjalan keliling kompleks tersebut sambil koor keras, "Oh Kampret, aku mencintaimu!" Rupanya bukan hanya Kermit yang terkena hukuman aneh tersebut.
Pemandangan aneh itu segera menjadi tontonan menarik para karyawan lain dan warga sekitar kompleks perkantoran perusahaan pengekspor TKI tersebut. Bahkan, banyak orang yang sedang lewat, yang berjalan kaki, naik sepeda, naik motor dan mobil, berhenti sejenak untuk menyaksikan pemandangan yang cukup teateral tersebut. Tak pelak, lalu lintas di depan kompleks PT Serba Ngutang menjadi terganggu dan nyaris macet total.
"Wah, ini sudah benar-benar keterlaluan!" komentar seorang karyawan.
"Barangkali kita sengaja dipaksa untuk mempertuhan kampret," kata yang lain.
"Masak, dasi kampret saja harus dianggap sebagai segalanya. Bayangkan saja, aku tadi sengaja membawa pacar ke kantor dan sengaja kucumbu di depan Pak Kampret. Eh, dia cuma senyum-senyum saja karena aku tetap memakai dasi kampret. Bahkan teman kita, si Badrun, kemarin membawa seorang waria ke ruang Pak Direktur. Ia juga hanya ketawa, dan hanya bilang agar waria itu disuruh ikut memakai dasi kampret," cerita yang lain.
Adegan teateral keliling kompleks perkantoran itu terus berlangsung setiap hari. Anehnya, jumlah terhukum yang mengikuti ‘upacara dasi kampret’ itu semakin banyak. Teriakan koor "Oh, kampret, aku mencintaimu" pun semakin membahana di kompleks PT Serba Ngutang. Bahkan, pada hari ketujuh, separuh lebih karyawan PT tersebut terkena hukuman. Enam puluh tujuh karyawan dan karyawati dengan gayanya masing-masing yang serba kocak melalukan upacara dasi kampret itu.
Adegan teateral yang kocak itu pun semakin menarik perhatian umum. Hampir setiap pagi selama sekitar satu jam jam lalu lintas di depan kompleks perkantoran itu macet. Polisi terpaksa turun tangan untuk mengaturnya.
Pada hari kesepuluh hampir seluruh karyawan PT tersebut mengikuti upacara aneh itu. Para terhukum tidak lagi merasakannya sebagai hukuman lagi, tapi sebagai hiburan dan permainan bersama yang kocak dan menyenangkan. Bahkan, yang tidak terkena hukuman pun ikut-ikutan keliling sambil nimbrung koor "Oh Kampret ,aku mencintaimu!" Mereka menganggap sekedar ikut berolah raga jalan kaki sambil latihan vokal. Langkah-langkah gembira dan suara koor mereka yang begitu keras pun semakin menggetarkan kaca-kaca pintu dan jendela perkantoran itu.
Tepat ketika koor dan langkah-langkah kaki mereka mencapai puncak semangat dan greget tertinggi, mobil Pak Kampret memasuki pintu gerbang perkantoran itu. Tiba-tiba, seperti tersedot kekuatan magnet besar, rombangan koor kolosal itu menyerbu mobil Pak Kampret sambil terus berteriak-teriak "Oh Kampret, aku mencintaimu!"
Sambil terus berteriak-teriak mereka memecahkan kaca-kaca mobil Pak Kampret, membuka pintunya, dan menyeret Pak Kampret keluar. Mereka berebut mencium Pak Kampret, berebut mendekap dan berebut menggigit bibir Pak Kampret sambil berteriak-teriak histeris, "Oh Kampret, aku mencintaimu!".
Karena kewalahan, Pak Kampret jatuh terjerembab di sisi mobilnya. Mereka pun beramai-ramai menubruknya, berebut menggigit bibirnya, menggigit hidungnya, menggigit pipinya, menggigit tangannya, menggigit perutnya, menggigit pantatnya, dan menggigit telapak kakinya. Pak Kampret ditindih beramai-ramai sampai tidak bisa bernafas.
Polisi segera turun tangan. Akan tetapi, Pak Kampret sudah tewas di tempat karena tidak kuasa menahan luapan cinta para karyawannya yang sangat dahsyat.
Yogyakarta, September 1991
Oleh Ahmadun Yossi Herfanda.
Senin, 09 Maret 2009
Kampret
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar